Dalam beberapa tahun terakhir, kasus kekerasan pada anak (child abuse) mengalami peningkatan. Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat bahwa sejak tahun 2010, jumlah kekerasan pada anak baik secara fisik maupun psikis mengalami peningkatan setiap tahunnya, terutama dalam bentuk kejahatan seksual pada anak. Pada umumnya, kejahatan seksual atau kekerasan bentuk lainnya pada anak seringkali dilakukan oleh anggota keluarga, tetangga dan orang dekat sehingga hal tersebut menunjukan bahwa lingkungan rumah bagi anak ternyata tidak memberikan jaminan keamanan dan perlindungan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka pendidikan anak usia dini sebagai bagian makro dari perkembangan anak dan bagian dari masyarakat memiliki tanggung jawab untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan pada anak. Lembaga pendidikan anak usia dini harus menganut sistem berperspektif anak dengan menyelenggarakan pendidikan dan perlindungan anak, salah satunya yaitu dengan mengembangkan kurikulum berbasis keterampilan (skill-based curriculum) yang memiliki fokus pada pengajaran keterampilan perlindungan diri dari berbagai bentuk kekerasan, khususnya kekerasan seksual pada anak. Skill based curriculum perlindungan diri untuk anak usia dini dikembangkan dengan melibatkan berbagai pihak dan komponen sekolah, yang terdiri dari: kepala sekolah, guru, komite orang tua, tim ahli dan stake holder pendidikan anak usia dini.