Permasalahan mengenai digitalisasi sistem pembayaran membutuhkan penyesuaian dari Negara untuk mengakomodasi dan merespon. Salah satu isu tersebut adalah terkait penggunaan mata uang virtual (mata uang digital/mata uang krypto) dan Central Bank Digital Currency. Untuk ini diperlukan instrumen hukum yang akomodatif dan responsif untuk mengatur. Kebijakan sistem pembayaran di Indonesia belum menempatkan masalah uang digital ini sebagai salah satu metode pembayaran. Central Bank Digital Currency merupakan bentuk digital dari uang kertas. Melalui PBI No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, dan PBI No. 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial dipahami bahwa penggunaan mata uang virtual sebagai alat pembayaran dilarang di Indonesia. Central Bank Digital Currency memiliki berbagai bentuk mata uang kripto/digital/virtual yang tidak dikeluarkan oleh negara, tetapi tetap disebut sebagai mata uang virtual/maya uang krypto. Penggunaan mata uang virtual telah banyak dimanfaatkan oleh pencuci uang untuk melakukan pencucian uang dan pendanaan terorisme. Mata uang virtual tidak memiliki aset yang mendasari atau otoritas atau administrator yang bertanggung jawab, mudah berubah, berisiko, dan spekulatif. Artikel ini menggunakan metode penelitian hukum