pemimpin melibatkan pembentukan kebijakan sekolah, mendefinisikan realisasi tujuan sekolah dan tujuan pendidikan menyeluruh, yang semuanya memiliki dampak langsung pada kualitas pengajaran (Sriwahyuni et al., 2019; Aprilana et al., 2017). Lembaga pendidikan ditugaskan tidak hanya untuk mendorong kemajuan dalam sains dan teknologi tetapi juga untuk memelihara individu yang mahir yang mampu bersaing di tingkat regional, nasional, dan global. Untuk mencapai hal ini, kepala sekolah saat ini diharuskan memiliki kemahiran dan rangkaian kompetensi yang beragam, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah, yang mencakup kompetensi kepribadian, supervisi, manajerial, kewirausahaan, dan kompetensi sosial.

Gaya kepemimpinan menurut Damsar (2012) mencakup kepemimpinan otokratis, laissezfaire, dan demokratis. Haris (dalam Anipah et al., 2024) mengkategorikan gaya kepemimpinan kepala sekolah menjadi kepemimpinan demokratis, otoriter, karismatik, paternalistik, ahli, dan laissez-faire. Sementara gaya kepemimpinan yang bervariasi ini menawarkan kelebihan dan kekurangannya sendiri, namun poin penting pertimbangannya adalah bahwa penerapan gaya kepemimpinan kepala sekolah harus disesuaikan dengan keadaan spesifik yang berlaku dalam lembaga pendidikan saat ini. Kepala sekolah diharapkan memiliki gaya kepemimpinan yang optimal yang selaras dengan kondisi yang berkembang dari era teknologi dan informasi. Meskipun demikian, tantangan muncul karena tidak semua kepala sekolah memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan. Kondisi tersebut disebabkan kurangnya kesadaran di antara para pemimpin sekolah mengenai evolusi praktik kepemimpinan untuk abad ke-21. Yusro (2018) menyatakan munculnya Revolusi Industri 4.0 menawarkan peluang dan tantangan bagi negara-negara untuk unggul dalam lingkungan global yang kompetitif yang dipengaruhi oleh penggabungan berbagai teknologi yang memiliki kapasitas untuk memberdayakan individu dan masyarakat dalam menghasilkan kemungkinan baru. Kendala utama terletak pada perlunya adaptasi yang menuntut tenaga kerja untuk menunjukkan fleksibilitas dalam menyesuaikan diri dengan pengaturan yang dinamis dan maju (Gaspar et al., 2019; Hariyadi et al., 2023). Dengan tantangan yang ditimbulkan oleh Revolusi Industri 4.0, lembaga pendidikan, khususnya, perlu mengembangkan kompetensi baru untuk mengimbangi kemajuan pesat dalam teknologi dan informasi. Namun demikian, sangat penting untuk secara efektif menangani dampak negatif dari kemajuan teknologi, memastikan bahwa nilai-nilai dan prinsip etika ditegakkan untuk mencegah konsekuensi yang merugikan. Kegagalan untuk mengelola kerugian pemanfaatan teknologi dapat mengakibatkan masalah seperti pornografi, ketidaksetaraan sosial, dan munculnya kegiatan terlarang seperti kejahatan dunia maya dan penyebaran informasi yang salah (Jannah, 2020). Berbagai strategi dapat digunakan untuk mengatasi masalah ini sekaligus meningkatkan standar pendidikan melalui menumbuhkan suasana sekolah yang positif yang menekankan pengembangan karakter siswa berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Budaya sekolah yang kuat bertindak sebagai kerangka panduan untuk upaya pendidikan di masa depan. Seorang kepala sekolah yang efektif harus kompeten dalam mengelola institusi mereka sesuai dengan peraturan yang relevan. Kepala sekolah harus mampu menghadapi dan menyesuaikan diri dengan perkembangan atau …