Agama telah memberikan kontribusi yang besar dalam kehidupan ini. Namun demikian, sebagaimana konsep yin dan yang ada sisi yang terang adapula sisi gelapnya. Beberapa tahun terakhir ini begitu banyak kasus-kasus kekerasan yang mengatasnamakan agama. Penodaan agama, penghancuran tempat-tempat ibadah, konflik horisontal umat beragama selalu menghiasi mass media kita dan mencoreng keluhuran agama. Toleransi berubah menjadi antipati, kerendahan hati berubah menjadi keberingasan, kerjasama berubah menjadi amuk masa. Sikap yang semestinya diambil oleh umat beragama adalah kerendahan hati bahwa apa yang dipahami tentang Agama (A besar) dan Tuhan adalah relatif. Kemutlakan hanya ada pada Agama (A besar) dan Tuhan itu sendiri. Pemutlakan atas pandangannya sendiri sesungguhnya merupakan subversifitas terhadap Tuhan. Sikap kerendahan hati demikian justru akan menghasilkan kelapangdadaan untuk mau mendengarkan dan memahami agama lain dalam rangka memperkaya pemahamannya sendiri. Religiositas belumlah cukup ketika hanya menguasai ajaran agamanya sendiri tanpa mengerti dan memahami ajaran agama lain, sebagaimana kata Mercia Eliade bahwa mengerti satu agama belum mengerti apa-apa.