Masalah tanah merupakan masalah yang paling krusial di Indonesia. Banyak sekali terjadi konflik dan sengketa karena masalah tanah. Masalah tersebut karena terkait dengan fungsi–fungsi yang melekat pada tanah. Menurut Pasal 6 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 bahwa hak atas tanah memiliki fungsi sosial yang dapat diartikan bahwa tanah sebagai lahan hidup manusia untuk berinteraksi sosial dan juga dapat berfungsi untuk memfasilitasi kegiatan sosial manusia. Selain itu tanah juga memiliki fungsi ekonomi yang dapat diartikan bahwa tanah dapat memberikan nilai ekonomi karena tanah dapat diperjualbelikan, disewakan, dihibahkan, dan diwariskan. Hal-hal tersebutlah yang menjadi faktor manusia saling berebut dan akhirnya menimbulkan konflik dan sengketa. Salah satu wilayah di Indonesia yang masih terjadi polemik dalam masalah pertanahan ini adalah di Kota Batam. Pulau Batam, yang terdapat Kota Batam, merupakan pulau yang terletak di Provinsi Kepulauan Riau. Pulau Batam memiliki Luas 415 km2 dengan populasi jumlah penduduk dari hasil Sensus 2010 sekitar 944.285 jiwa1. Letaknya sangat strategis yaitu di jalur pelayaran internasional paling ramai kedua di dunia setelah Selat Dover di Inggris2. Hal ini menyebabkan Kota Batam menjadi daerah yang sangat pesat perkembangannya dalam bidang perekonomian dan perdagangan, juga karena pengaruh-pengaruh negara sebelahnya yaitu Singapura dan Malaysia. Batam awalnya mulai dikembangkan sejak awal tahun 1970-an sebagai basis logistik dan operasional untuk industri minyak dan gas bumi oleh Pertamina. Kemudian berdasarkan Keputusan Presiden No. 41 Tahun 1973, pembangunan Batam diberikan kepada lembaga pemerintah yang bernama Otorita Pengembangan Industri Pulau Batam atau lebih dikenal dengan Otorita Batam yang melaksanakan tugasnya tanpa campur tangan pemerintah daerah. Pembangunan kawasan Batam berkembang secara cepat dan pesat menjadi daerah industri, perdagangan bahkan daerah pariwisata yang memberikan banyak lapangan pekerjaan. Batam memang diharapkan menjadi saingan Singapore atau menjadi Singapore kedua. Sebagai daerah yang berkembang dapat dipastikan banyak muncul berbagai permasalahan antara lain masalah penguasaan dan pemilikan tanah dalam rangka pengembangan kawasan Pulau Batam dan pulaupulau di sekitarnya. Ketentuan Pasal 6 ayat 2 huruf a Keppres No. 41 Tahun 1973 menyatakan seluruh areal yang terletak di Pulau Batam diserahkan dengan Hak Pengelolaan (HPL) kepada Otorita Batam. Keppres tersebut harus ditindak lanjuti dengan kegiatan pendaftaran tanahnya. Hak Pengelolaan yang akan diberikan