Kontinuitas migrasi Suku Bugis ke landschap Tanah Bumbu, Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe, Residentie Borneo’s Zuid en Oosterafdeeling terus berlangsung hingga dekade awal abad ke-20, khususnya 1930-1942. Migrasi yang berlangsung pada masa akhir kekuasaan Hindia Belanda ini secara tidak langsung mengindikasikan begitu kuatnya keinginan bertahan hidup dan motif ekonomi Suku Bugis. Dalam upaya bertahan di tengah depresi ekonomi atau malaise, migran Bugis “menciptakan” strategi adaptasi ekonomi dengan membentuk jaringan perikanan ponggawa (juragan) Bugis pada awal 1930-an. Sebagian migran Bugis juga berusaha tani (bahuma) dan menanam kelapa untuk kopra. Tanaman perkebunan ini cocok dan hampir sama dengan tanaman perkebunan di Sulawesi Selatan. Selain itu, dalam bidang kelautan migran Bugis juga mengembangkan usaha perahu rakyat untuk melayani transportasi laut. Penelitian ini menggunakan metode sejarah, yakni metode untuk menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Metode sejarah terdiri dari tahap heuristik, kritik sumber (ekstern dan intern), interpretasi dan historiografi.