Kampanye sebagai salah satu rangkaian penting dalam proses pemilu sudah semestinya menjadi perhatian serius peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan/atau citra diri peserta pemilu, menjadi ruang komunikasi politik antara peserta pemilu dan masyarakat. Kampanye Presiden dan Wakil Presiden secara khusus mendapat perhatian yang besar dalam kontestasi pemilu 2019, namun hingga saat ini belum muncul perdebatan programatik dari kedua pasangan calon. Padahal berdasarkan hasil survey, sebanyak 57, 3% masyarakat menginginkan kampanye yang dinamis dimana antarkubu bersaing dan publik memahami program yang ditawarkan. Belum munculnya perdebatan programatik berimplikasi pada munculnya isu-isu lain yang hadir di tengah masyarakat terutama isu yang menyentuh politisasi SARA, kategorisasi masyarakat yang tidak substantif seperti munculnya istilah “kampret”,“cebong”,“politik genderuwo”,“politisi sontoloyo” dan sebagainya. Hal ini tidak terlepas dari adanya peran media sosial sebagai ruang baru yang efektif bagi penyebaran konten-konten kampanye politik tersebut. Melalui literature review, kajian ini menunjukan bahwa perlunya sinergi dan komitmen yang kuat dari peserta pemilu, penyelenggara pemilu, dan media untuk memanfaatkan kampanye politik sebagai ruang untuk melakukan pendidikan politik dan komunikasi politik