Pembangunan masyarakat adat sering kali menggunakan pendekatan modernisasi yang berbasis topdown. Demikian juga upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam membangun masyarakat adat Mentawai. Melalui Rapat Tiga Agama, Pemerintah memaksa masyarakat adat Mentawai meninggalkan agama leluhur mereka (Arat Sabulungan) dan memilih salah satu agama orang luar (Islam, Kristen). Pembangunan masyarakat adat dengan mengusung ideologi modernisme selalu berhadapan dengan resistensi dalam berbagai bentuknya. Karena itu, penting dilakukan studi bagaimana masyarakat adat Mentawai yang tetap menganut Arat Sabulungan melakukan resistensi terhadap ideologi modernisme yang diusung Pemerintah dalam pembangunan. Data yang bersumber dari novel Burung Kayu karya Niduparas Elang ini, dianalisis menggunakan metode studi wacana kritis model Teun A. Van Dijk yang bertujuan menganalisis bagaimana teks novel Burung Kayu merepresentasikan resistensi Arat Sabulungan terhadap ideologi modernisme. Artikel ini menunjukkan resistensi masyarakat adat Mentawai terhadap ideologi modernisme dilakukan dengan resistensi sehari-hari dalam bentuk perseteruan antar uma, perseteruan uma dengan Pemerintah, perseteruan Pemerintah dengan sikerei, dan perseteruan uma dengan orang sasareu. Perseteruan-perseteruan yang terjadi menunjukkan tidak kompatibel pendekatan modernisasi berbasis top-down dalam pembangunan masyarakat adat Mentawai.